Bagaimana Hukum KPR Menurut UU dan dalam Hukum Islam
Bagaimana hukum KPR di Indonesia? KPR atau Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis fasilitas kredit yang disediakan oleh bank untuk mempermudah konsumen dalam membeli rumah. Melalui adanya opsi KPR ini, nasabah tidak perlu menunggu sampai uang yang dimilikinya cukup untuk pembelian cash karena sistem ini menawarkan opsi cicilan dengan tenor dan jumlah sesuai kemampuan nasabah.
Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Perbankan (UU Perbankan), kredit sendiri adalah penyediaan uang atau tagihan yang bisa disamakan dengan itu, atas persetujuan atau kesepakatan bersama antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan pemberian bunga.
Baca Juga: Beli Rumah vs KPR: Kelebihan dan Kekurangannya
Bagaimana Hukum KPR di Indonesia
Di Indonesia, ketentuan mengenai KPR telah diatur dalam berbagai undang-undang atau peraturan pemerintah. Berdasarkan jenisnya, ada 2 KPR yang paling umum di Indonesia yakni:
KPR Subsidi
Merupakan jenis KPR program pemerintah yang ditujukan khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Syarat dan ketentuannya lebih banyak dan ketat dibandingkan KPR konvensional. Tak semua kalangan masyarakat bisa mengajukan jenis KPR ini, rumah-rumah yang jadi objek KPR juga dibangun dengan standar tertentu berdasarkan peraturan pemerintah.
Keuntungan dari KPR subsidi ini adalah harganya yang lebih terjangkau antara 160-200an juta saja, jauh lebih murah dibandingkan rumah komersil. Selain itu, dengan mengajukan KPR subsidi kamu bisa dapat bunga flat 5% sampai lunas, cicilan lebih rendah mulai 1 jutaan saja, dan tenor yang panjang.
KPR Non-Subsidi
Bagaimana hukum KPR, KPR non subsidi adalah jenis KPR yang banyak digunakan untuk membeli rumah tipe komersil. Spesifikasi rumah ini tentu lebih baik dibandingkan rumah subsidi baik dari segi kualitas dan fasilitasnya, namun harganya jauh lebih mahal. Suku bunga yang dipakai adalah fix rate pada beberapa tahun pertamanya lalu mulai berlaku floating rate di tahun-tahun selanjutnya. Jadi, jangan heran kalau cicilan dan bunga yang ditanggung lebih besar.
KPR non-subsidi terbuka untuk setiap jenis kalangan, siapapun bisa mengajukan KPR jenis ini asalkan memenuhi syarat dan kriteria kelayakan.
Program KPR sendiri dilaksanakan oleh bank yang memang memiliki fungsi utama untuk menghimpun dana dan menyalurkannya kembali ke masyarakat yang membutuhkannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 Angka 2 UU Perbankan yang berbunyi, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Tertarik mengajukan KPR? Simak pembahasan lanjutan mengenai bagaimana hukum KPR ya! Kalau kamu butuh referensi rumah siap huni yang bisa di-KPR, kamu bisa menghubungi agen properti Brighton Real Estate!
Baca Juga: Syarat dan Ketentuan KPR Bank BNI Griya & Griya Subsidi
Hukum KPR Dalam Islam
Sebelumnya, kita sudah membahas mengenai bagaimana hukum KPR berdasarkan undang-undang. Selanjutnya kita akan membahas tentang hukum KPR berdasarkan nilai-nilai syariah atau dalam hukum agama Islam. KPR konvensional (bukan syariah) menggunakan bunga bank sebagai kompensasi atas jasa kredit yang telah diberikan.
Mekanismenya, bank akan memberikan sejumlah pinjaman ke nasabah untuk membeli rumah. Kemudian, nasabah punya kewajiban mengangsur pinjaman dengan tenor dan besaran nominal tertentu. Tenor yang dipakai bisa bermacam-macam bahkan hingga 30 tahun lamanya. Cicilan yang dibayarkan terdiri dari pokok pinjaman dan bunga. Bunga yang dipakai dalam KPR konvensional pun cenderung fluktuatif mengikuti suku bunga di pasar, bunga fix hanya berlaku di awalan saja.
Bagaimana hukum KPR dalam Islam? Ketika nasabah menghitung ulang seluruh biaya yang dibayarkan ke bank berikut dengan bunganya, maka jumlahnya bisa berlipat ganda dan melebihi harga rumah saat pembelian. Kelebihan dari pinjaman pokok inilah yang disebut riba dan hal ini membuat hukum KPR jadi haram, sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga (Interest/Fa’idah).
Sementara itu dalam hukum KPR syariah, tidak ada istilah bunga melainkan bagi hasil. KPR syariah ini diberikan secara khusus oleh Islamic Banking (IB) yang ada di Indonesia misalnya BCA Syariah, Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan lain sebagainya. Ketentuan mengenai nilai bagi hasil, persyaratan, akad, dan kebijakannya pasti juga berbeda dengan KPR konvensional karena menggunakan prinsip syariah berdasarkan nilai-nilai Islamiyah.
Bank syariah akan menerapkan sistem pengambilan keuntungan atas fasilitas pembiayaan yang diberikan dalam bentuk bagi hasil, profit margin, atau sewa. Untuk skemanya bisa menggunakan beberapa jenis akad, yakni: akad jual beli (murabahah), akad istishna’, akad kerja sama – sewa (musyarakah mutanaqishah), dan akad ijarah muntahiyah bit tamlik. Seluruh jenis akad tersebut sudah punya fatwa yang secara resmi diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Syariah Nasional.
Bagaimana hukum KPR syariah? Diperbolehkan karena menggunakan akad syariah tanpa melibatkan bunga pinjaman yang notabene termasuk dalam riba dan menggunakan skema:
-
Profit Margin: menggunakan akad jual beli atau murabahah. Mekanismenya, bank syariah akan membeli rumah dari developer dan menjualnya kembali kepada nasabah dengan tambahan profit margin sebagai keuntungan. Jadi, pembeli nanti akan mengangsur pinjaman ke pemilik baru (bank syariah) sesuai nilai baru yang sudah disepakati.
-
Jasa (ujrah/fee) pembuatan rumah: menggunakan akad jual beli istishna’, mekanismenya nasabah akan meminta bantuan pembiayaan dari pihak bank untuk dibuatkan rumah. Bank akan menyetujuinya dan nasabah harus membayar fee atas jasa tersebut.
-
Fee sewa: digunakan dalam akad Ijarah Muntahiyah bi Tamlik atau sewa beli. Konsepnya: nasabah akan menyewa rumah dari nasabah dan kemudian pada akhir masa sewa bank akan menjual dan menghibahkan kembali rumah tersebut kepada nasabah.
-
Bagi hasil: digunakan dalam akad Mutanaqishah dimana bank syariah dan nasabah akan sharing modal untuk membeli rumah. Seiring dengan berjalannya waktu, porsi kepemilikan bank akan diambil alih oleh nasabah hingga akhirnya kepemilikan penuh jadi punya nasabah.
Baca Juga: Surat Roya, Mengungkap Kebebasan dari Tanggungan Hutang Kredit Rumah
Sekian pembahasan mengenai bagaimana hukum KPR, cek beragam artikel menarik lainnya dari Brighton hanya di Brighton News ya! Brighton, solusi untuk setiap kebutuhan properti. Jika ingin mendaftar menjadi agen properti dan mencari agen yang berkualitas, klik Registrasi Agen dan dapatkan manfaatnya!
Topik
Lihat Kategori Artikel Lainnya