Menganalisis Harga Perumahan Syariah: Skema & Faktor Penentunya
Penulis: Editor Brighton
Dalam beberapa tahun terakhir, tren pencarian properti syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Semakin banyak masyarakat Muslim yang mendambakan hunian tidak hanya nyaman secara fisik, tetapi juga menenangkan secara spiritual. Konsep perumahan syariah hadir sebagai jawaban atas kebutuhan ini, menawarkan skema kepemilikan rumah yang diklaim bebas dari unsur Riba (bunga), Gharar (ketidakpastian), dan Maysir (spekulasi). Namun, di tengah popularitasnya, pertanyaan paling umum yang muncul adalah seputar harga perumahan syariah itu sendiri. Benarkah lebih mahal? Atau justru lebih menguntungkan?
Faktanya, membandingkan harga perumahan syariah dengan perumahan konvensional (KPR) ibarat membandingkan dua sistem yang fundamentalnya berbeda. Ini bukan sekadar soal angka di label harga, melainkan soal akad (kontrak), skema pembayaran, dan filosofi yang melandasinya. Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana harga perumahan syariah ditentukan, apa saja faktor yang memengaruhinya, dan bagaimana perbandingannya dengan skema konvensional agar Anda dapat mengambil keputusan yang tepat.
Memahami Perbedaan Mendasar: KPR Syariah vs KPR Konvensional
Untuk memahami harganya, kita wajib memahami perbedaan konsep dasarnya terlebih dahulu. Perbedaan ini adalah inti dari segala perbedaan harga yang akan muncul.
-
KPR Konvensional (Berbasis Bunga/Interest): Bank konvensional meminjamkan sejumlah uang (pokok pinjaman) kepada Anda untuk membeli rumah. Sebagai imbalannya, Anda harus mengembalikan uang tersebut beserta tambahan berupa bunga (interest) dalam jangka waktu tertentu. Suku bunga ini seringkali bersifat *promo fixed rate* di awal (misal 1-3 tahun) dan beralih ke *floating rate* (mengambang) yang mengikuti suku bunga acuan BI. Total pembayaran Anda di masa depan menjadi tidak pasti (gharar).
-
KPR Syariah (Berbasis Jual-Beli/Margin): Lembaga keuangan syariah (baik bank maupun developer murni) tidak meminjamkan uang. Sebaliknya, mereka menjual rumah tersebut kepada Anda. Terdapat dua skema utama:
-
Jual Beli (Murabahah): Bank/Developer membeli rumah dari pemilik sebelumnya (misal seharga Rp 500 juta) dan kemudian menjualnya kembali kepada Anda dengan harga yang telah ditambah margin keuntungan yang disepakati (misal margin Rp 400 juta). Maka, total harga rumah Anda menjadi Rp 900 juta. Harga Rp 900 juta inilah yang Anda cicil secara tetap (flat) selama tenor (misal 20 tahun).
-
Kerjasama Sewa-Beli (Musyarakah Mutanaqisah/MMq): Anda dan bank "kongsi" membeli rumah (misal Anda 20%, bank 80%). Anda kemudian menyewa porsi kepemilikan bank (membayar *ujrah*/sewa) sambil mencicil untuk membeli porsi kepemilikan bank tersebut hingga lunas 100%.
Dari sini jelas, KPR Konvensional menjual "jasa pinjaman uang" (dengan bunga), sementara KPR Syariah menjual "aset" atau "barang" (dengan margin keuntungan).
Berbagai Skema Akad yang Menentukan Harga Perumahan Syariah
Harga perumahan syariah tidak monolitik; ia sangat bergantung pada akad (kontrak) yang digunakan. Setiap akad memiliki implikasi harga dan skema cicilan yang berbeda.
1. Akad Murabahah (Jual Beli dengan Margin Tetap)
Ini adalah skema paling umum dan paling sederhana. Seperti dijelaskan di atas, harga ditentukan di awal dan bersifat final.
-
Penentuan Harga: Harga Jual = Harga Perolehan Rumah + Margin Keuntungan Bank/Developer.
-
Contoh: Harga rumah Rp 500 juta. Bank/Developer menetapkan margin keuntungan Rp 450 juta untuk tenor 20 tahun. Maka, total harga perumahan syariah yang Anda bayar adalah Rp 950 juta.
-
Cicilan per Bulan: Rp 950.000.000 / 240 bulan = Rp 3.958.333 (Flat sampai lunas).
-
Kelebihan: Kepastian mutlak. Anda tahu persis jumlah cicilan dari bulan pertama hingga bulan terakhir. Tidak ada kekhawatiran akan kenaikan suku bunga BI.
-
Kekurangan: Harga jual di awal terlihat sangat tinggi (karena margin 20 tahun sudah "dikunci" di depan).
2. Akad Istishna' (Jual Beli Pesanan)
Akad ini digunakan khusus untuk properti yang belum jadi (indent) atau rumah pesan bangun. Anda memesan rumah dengan spesifikasi tertentu kepada developer untuk dibangun.
-
Penentuan Harga: Harga ditentukan berdasarkan kesepakatan spesifikasi bangunan dan waktu serah terima.
-
Skema Pembayaran: Pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai progres pembangunan (termin). Ini bisa dibiayai langsung oleh nasabah atau melalui pembiayaan bank syariah. Harganya juga *fixed* di awal.
3. Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMq)
Ini adalah skema KPR syariah yang paling canggih dan sering dianggap paling "murni" secara syariah. Skema ini sedikit lebih kompleks.
-
Penentuan Harga: Tidak ada "harga jual" final di awal. Yang ada adalah kesepakatan bagi hasil (nisbah) dan nilai sewa (*ujrah*).
-
Contoh: Anda dan bank patungan membeli rumah Rp 500 juta (Anda DP 20% = Rp 100 juta; Bank 80% = Rp 400 juta).
-
Cicilan Bulanan Anda terdiri dari 2 Komponen:
-
Cicilan Pokok: Untuk membeli porsi kepemilikan bank (misal Rp 1,5 juta/bulan).
-
Biaya Sewa (Ujrah): Anda membayar sewa atas 80% kepemilikan bank (misal 80% x Rp 2 juta (harga sewa pasar) = Rp 1,6 juta/bulan).
Perubahan Cicilan: Di sinilah perbedaannya. Total cicilan Anda (Pokok + Sewa) BISA BERUBAH. Bukan karena bunga, tapi karena komponen Biaya Sewa (Ujrah) dapat ditinjau ulang (di-review) secara berkala (misal setiap 2 atau 3 tahun) untuk disesuaikan dengan harga sewa pasar yang wajar di area tersebut. Seiring porsi kepemilikan Anda bertambah, porsi sewa yang Anda bayar akan menurun.
Perbandingan: Apakah Harga Perumahan Syariah Lebih Mahal?
Ini adalah pertanyaan "jebakan" karena perbandingannya tidak *apple-to-apple*. Mari kita bedah mitos ini.
Mengapa Terlihat Lebih Mahal di Awal?
Skema Murabahah (paling umum) mengharuskan bank/developer menyebutkan total harga jual di awal. Jika harga rumah Rp 500 juta, Anda akan melihat kontrak seharga Rp 950 juta (setelah margin 20 tahun). Sementara di KPR konvensional, Anda hanya melihat akad kredit senilai Rp 500 juta dengan bunga promo 4.5% (fixed 2 tahun). Tentu saja Rp 950 juta terlihat jauh lebih mahal daripada Rp 500 juta.
Mengapa Bisa Jadi Lebih Murah (atau Pasti) di Akhir?
Masalahnya ada pada *floating rate* konvensional. Setelah 2 tahun promo, bunga KPR Anda bisa melonjak ke 11%, 13%, atau bahkan lebih, mengikuti BI Rate. Total uang yang Anda keluarkan selama 20 tahun di KPR konvensional sangat mungkin melebihi Rp 950 juta yang ditawarkan skema syariah.
Jadi, harga perumahan syariah (Murabahah) menawarkan KEPASTIAN TOTAL, sementara KPR konvensional menawarkan CICILAN AWAL RENDAH dengan KETIDAKPASTIAN TOTAL di masa depan. Anda membayar "premi" untuk sebuah kepastian.
Faktor Lain yang Mempengaruhi Harga Perumahan Syariah
Selain skema akad, faktor-faktor berikut juga sangat memengaruhi harga jual sebuah properti syariah:
1. Lokasi, Lokasi, Lokasi
Ini adalah hukum dasar properti yang berlaku universal. Harga perumahan syariah di lokasi strategis seperti di dalam kota Surabaya atau dekat akses tol di Depok dan Bekasi, tentu akan jauh lebih mahal daripada di area penyangga yang lebih jauh seperti di Kabupaten Bogor atau Sidoarjo bagian pinggir. Aksesibilitas, infrastruktur, dan potensi pengembangan area tetap menjadi penentu harga nomor satu.
2. Skema "Developer Syariah Murni" (In-House) vs Bank Syariah
Ada dua jalur utama pembiayaan syariah:
-
Via Bank Syariah (BTN Syariah, Mandiri Syariah, BSI, dll): Prosesnya formal, menggunakan BI Checking (SLIK OJK), dan margin keuntungannya cenderung kompetitif karena diatur oleh lembaga keuangan besar.
-
Developer Syariah Murni (Direct to Developer): Ini adalah skema "in-house". Developer sering mengiklankan "Tanpa BI Checking, Tanpa Denda, Tanpa Sita, Tanpa Ribet". Karena developer menanggung risiko kredit macet 100% (tanpa perlindungan bank), mereka biasanya mengkompensasi risiko ini dengan:
-
Harga jual (margin) yang mungkin sedikit lebih tinggi.
-
Uang Muka (DP) yang lebih besar.
-
Tenor yang lebih pendek (misal maksimal 10-15 tahun).
3. Fasilitas Internal Bernuansa Islami
Banyak perumahan syariah tidak hanya menjual skema, tapi juga ekosistem. Harga perumahan syariah bisa jadi lebih tinggi jika dilengkapi fasilitas premium seperti:
-
Masjid Jami' yang besar dan representatif di dalam klaster.
-
Sekolah Islam Terpadu (SDIT/SMPIT) atau Rumah Tahfidz.
-
Area olahraga atau kolam renang yang terpisah antara pria dan wanita.
-
Lingkungan yang diatur untuk mendukung gaya hidup Islami.
Fasilitas ini adalah nilai tambah yang membangun nilai properti itu sendiri.
4. Reputasi dan Skala Developer
Developer besar dan ternama yang memiliki rekam jejak baik dalam membangun perumahan syariah tentu akan menetapkan harga yang lebih premium dibandingkan developer baru yang masih merintis.
Tips Bijak Menilai Harga Perumahan Syariah
Jika Anda tertarik untuk membeli, jangan terburu-buru. Lakukan langkah-langkah berikut:
-
Pahami Akadnya dengan Jelas: Tanyakan dengan detail, "Ini akadnya apa? Murabahah, Istishna', atau MMq?". Minta penjelasan implikasi dari akad tersebut, terutama soal skema cicilan.
-
Bandingkan Total Harga, Bukan Cicilan Awal: Minta simulasi cicilan KPR konvensional dengan asumsi bunga *floating* terburuk (misal 13%) dan bandingkan total pembayarannya selama 20 tahun dengan total harga jual *fixed* dari skema Murabahah.
-
Cek Legalitas Developer (Sangat Penting!): Ini adalah langkah krusial, terutama untuk skema developer syariah murni. Pastikan legalitas tanah (SHM/HGB Induk), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), dan Perjanjian Kerjasama (PKS) sudah jelas dan aman.
-
Hitung Kemampuan Bayar (DP dan Cicilan): Skema syariah umumnya "tanpa denda" keterlambatan, namun tetap ada mekanisme untuk menangani wanprestasi. Pastikan Anda mampu membayar cicilan tetap (untuk Murabahah) yang mungkin terasa lebih berat di awal, namun aman di akhir.
Kesimpulan: Harga untuk Sebuah Kepastian dan Keberkahan
Harga perumahan syariah pada dasarnya adalah "harga jual" yang disepakati di muka, yang mencerminkan biaya perolehan rumah ditambah margin keuntungan yang adil bagi penjual (developer/bank). Ini berbeda fundamental dari KPR konvensional yang merupakan "pinjaman" berbasis bunga yang tidak pasti.
Meskipun di atas kertas mungkin terlihat lebih mahal di awal, skema syariah (khususnya Murabahah) menawarkan nilai yang tak ternilai harganya: kepastian. Anda tahu persis berapa yang harus Anda bayar sampai lunas, membebaskan Anda dari kekhawatiran akan gejolak suku bunga di masa depan. Pada akhirnya, pilihan ada di tangan Anda, apakah memilih cicilan awal yang rendah namun penuh ketidakpastian, atau cicilan flat yang pasti demi ketenangan pikiran dan kepatuhan pada prinsip syariah.
Temukan Hunian Syariah Impian Anda
Tertarik untuk menjelajahi lebih lanjut pilihan perumahan dengan skema syariah? Temukan listing properti syariah terbaik di berbagai lokasi, atau baca artikel informatif lainnya seputar KPR dan tips properti di Brighton Real Estate.
Topik
Lihat Kategori Artikel Lainnya